Cinta Tak Harus Dimiliki
Dia menyusuri jalan tanpa henti-hentinya Menangis. Berada di tengah-tengah keramaian orang.
Tempat orang-orang memiliki tujuan untuk berbelanja, tapi berbeda dengannya.
Tujuan utamannya adalah menjauh dari laki-laki yang ia puja. Berusaha
untuk menahan rasa Cinta yang ada. Berusaha untuk mengalah demi
kebahagiaan mereka.
Cinta memang butuh berkorban. Maka, inilah yang disebut pengorbanan.
Menahan rasa sesak di dada. Melawan kata Cinta di hati. Menutupi
kerasnya jeritan hati nya. Agnes memang membutuhkan itu. Menutupi hati
dengan tembok baja yang mampu membawanya dalam ketegaran.
Dia terus berlari. Matanya tak perduli keadaan sekitar. Langkahnya
berusaha untuk ikut serta menguatkan hati yang kini terasa makin sakit.
Air matanya kini telah berhasil membuat pipinya basah.
Agnes hanya ingin pergi dari sosok laki-laki yang ia cintai. Setelah
munculnya penyakit yang hampir membuat Agnes putus asa untuk melanjutkan
hidup kembali. Ia tak ingin kekasihnya menyesal telah menjadi
pendampingnya. Tak lepas pula perasaan kakaknya yang jatuh Cinta kepada
Dito. Kenyataan ini memaksa Agnes untuk selalu rela, bertahan bahkan
Tegar.
Tak sadar, Dito telah berhasil memeluk Agnes dari belakang tubuhnya.
Agnes yang mengerti bahwa itu Dito, secepat mungkin ia membalikkan badan
dan memeluk Dito. Ia menangis di bahu Dito. Dito memeluk erat tubuh
Agnes. Mereka berdua tak peduli berapa pasang mata telah menatap mereka
dengan penuh kebinggungan.
“Jangan pergi Agnes”.
“Kau tak memenuhi permintaanku”.
Dito menghela nafas kembali saat mendengar ucapan gila dari mulut Agnes.
“Permintaanmu itu konyol! mana mungkin aku sanggup berhenti mencintaimu dan memulai Cinta baru dengan kakakmu”.
Perlahan, Agnes melepaskan pelukannya. Ia kecewa dengan pernyataan Dito.
Agnes tak lagi berbicara, ia termenung dalam kesunyian yang mencekam
hati.
—
“Anda perlu melakukan khemoteraphi seminggu tiga kali dan atau
menjalankan sebuah operasi”. Saat suara dokter nyaring terdengar di
telinga Agnes, saat itulah ia teringat kembali pada 2 orang yang ia
sayangi.
Tak ada pilihan di hidupnya. Menjalani kemotherapy atau operasi. Jika ia
lakukan salah satu dari pengobatan tersebut, kak Appril dan Dito pasti
akan tau penyakitnya. Lagi pula, Cintanya kini diambang rasa binggung.
Tertutup oleh kabut hitam lekat. Tak ada pintu walau secuil pun untuk
masuk kedalam cintanya. Di hatinya tak ada siapapun. Namun, di hatinya
masih ada bayangan sosok Dito. Yang sebentar lagi akan milik kakaknya.
Ia memang benar-benar harus rela dengan semua ini.
“Kak, Dito ajak kakak Dinner nanti malam”. Dusta Agnes.
Seketika Appril berhenti melahap makanannya saat mendengar ucapan Agnes
yang tiba-tiba membuat hatinya seakan hidup kembali, setelah menunggu
Dito merespon hatinya.
“Kenapa dia nggak bilang ke aku langsung ya? oke, ya udah deh jam berapa?”.
“Saat Senja mulai hilang”.
Saat Mendekati waktu Senja, Agnes mengeluarkan handphone nya dari
saku Dress nya. Ia mengirimkan pesan untuk Dito. Appril yang sempat
melihat Agnes sibuk dengan Handphonenya hanya menggeleng-gelengkan
kepalanya perlahan.
Senja pun berakhir, warna Jingga pun mulai redup. Dito yang sudah
memarkirkan mobilnya tepat di depan rumah Agnes segera mengetuk pintu
rumah Agnes.
“Nes, tolong bukakan pintu dong, pasti itu Dito. Kakak lagi cari gadget
kakak”. Ucap Appril yang sibuk mencari gadgetnya yang entah lari kemana.
Tangan Agnes perlahan meraih Handle pintu rumahnya, dan segera
membukanya. Mata Dito terbelalak saat melihat penampilan Agnes yang
sangat sederhana. Hanya menggunakan celana pendek dengan kaos polos.
“Loh? bukankah kita akan Dinner?”.
Agnes hanya tersenyum dan menggeleng pelan.
Dinner pertama yang seharusnya membuat hati Appril sangat bahagia
lenyaplah sudah. Dinner yang ia harapkan adalah keromantisan yang
tergambarkan dari perilaku Dito. Namun, Dito hanya Diam dan tak ingin
mengawali pembicaraan. Mimik wajahnya tak menggambarkan sebuah
kesenangan.
“Dit? kamu sakit ya?”.
Dito hanya menggeleng pelan tanpa memandang wajah Appril.
Kekecewaan pun melanda hati Appril. Tapi ia bertekad bahwa adik
kesayangannya tak boleh mengetahui keadaan ini. Ia tak ingin melihat
kesedihan menempel pada hatinya.
Appril rasa, cukup dia saja yang tau bahwa hatinya kini telah hancur.
Tok.. Tok… Tok
Appril terbangun dari tidurnya yang lelap akibat dinner tadi malam. Segera ia buka pintu kamarnya.
Matanya seketika terbelalak kaget saat melihat keadaan wajah adiknya
sangat pucat, dan dengan rambut yang sudah tak lagi panjang. Mungkin ia
memotong rambutnya semalam. Tapi, wajahnya kini sangat pucat.
“Kau sakit? kenapa dengan rambutmu? kau sakit apa Agnes!?”.
“Cuman, cuman, cuman sakit… sakit itu.. em oh ya kak, kakak abis ini
dandan yang cantik. Dito udah jemput kakak di depan rumah, dandan yang
Cantik ya!”.
Agnes berjalan pergi dari kamar Appril dan keluar menemui Dito yang
sudah memakai Kemeja dengan Jeans panjang. Dito kembali merasakan
kebingungan saat melihat Agnes masih menggunakan pakaian tidur. Agnes
hanya tersenyum melihat mimik wajah Dito.
“Loh ini kenapa lagi? Kenapa masih menggunakan pakaian tidur. Bukankah kita akan hangout?”.
Lagi-lagi, Agnes menggeleng pelan, dan masuk ke dalam rumah.
Mereka berdua terpaku diam tanpa suara. Diiringi dengan tenangnya air
mengalir di sungai dekat taman itu. Bunga-bunga mengalun perlahan
mengikuti kemana terbangnya angin.
Membuat keadaan ini semakin sunyi.
Tak ada yang ingin mengawali pembicaraan. Bahkan hanya seucap kata tak terlontarkan dari mulut mereka.
Drrrtt…
Handphone Dito bergetar, segera ia Ambil handphone nya dari saku jeans nya.
‘Mas Dito, mbak Agnes mas, dia sedang kritis di rumah sakit. Mbak
Agnes mempunyai penyakit leukimia yang kini sudah menyebar di seluruh
tubuhnya.. mas dito cepet dateng ya.’
Matanya terbelalak melihat sms dari mbok inah pembantu Agnes di rumah.
Dan yang sangat ia kagetkan, mengapa selama ini Agnes sama sekali tak
memberitahukan tentang penyakitnya kepadaku. Hatinya hancur. Seakan Dito
tak sanggup lagi bernafas.
Segera ia raih tangan kanan Appril dan menuntun cepat Appril untuk segera masuk ke dalam mobil.
Appril yang tak dapat penjelasan dari Dito mengapa Dito tiba-tiba
membawaku masuk ke dalam mobil dan menyetir mobil milik Dito menuju
Rumah sakit. Appril tak tega menanyakan kebingungannya disaat Dito
sedang panik.
Appril dan Dito sangat kaget melihat orang yang disayanginya sedang
terbaring lemah di atas kasur, dilengkapi dengan infus, oksigen dan
berbagai alat medis yang sedang menempel pada tubuhnya.
Appril mendekati Agnes dengan penuh rasa iba. Ia genggam tangan kanan
Agnes dan mulai menangis penuh dengan kekhawatiran. Tak berbeda jauh
dari Dito. Dito menggengam erat tangan kiri Agnes. Air matanya mulai
menetes dan berhasil membuat pipinya basah akibat air matanya.
Agnes mulai bergerak. Matanya kini mulai bangun. Dia berikan seulas senyum kepada Appril dan Dito.
Diraihnya tangan mereka berdua dan digenggamkan menjadi satu sebuah genggaman.
“Kalian berjanji akan hidup bersama? Dito jaga kakak aku ya, jangan
pernah sakiti dia. Karena Cinta dan hati ku akan aku titipkan pada
kakakku. Jika kau sakiti kakakku, aku juga akan sangat sakit”. Ujar
Agnes lirih karena tak kuat lagi untuk berbicara.
Appril hanya mengangguk dan tangisnya mulai membara. Dito tak kuat melihat keadaan Agnes sekarang.
“Agnes, kamu harus kuat! Agnes yang aku tau itu bukan lemah!”. Teriak Dito semaikin menjadi-jadi.
Agnes melambaikan tangan kepada mereka. Dan seketika nyawanya pergi
meninggalkan tubuh Agnes. Tangis Dito dan Appril dapat memenuhi suara di
setiap sudut ruangan itu.
Dan saat dirinya terbang jauh tinggi keawan, dirinya sadar bahwa semua adalah Cinta.
Cinta membutuhkan pengorbanan…
Cinta membutuhkan Ketegaran…
Cinta Membutuhkan keiklashan.
Cinta Membutuhkan Ujian…
Baru ia Sadari bahwa Sebuah
Cinta memang Tak Harus Dimiliki…